Unggulan

Atha - Bagian 2


Memiliki hubungan persaudaraan yang nyokap atau bokapnya beda, kayaknya nggak akan seharmonis hubungan persaudaraan pada umumnya dimana orang tuanya sama. There will be complicated feelings, kadang udah di urus dari kecil aja, rasa canggungnya masih ada. Apalagi kasusnya ketemu gede, pasti ada dinding besar yang menjadi pembatas yang membuat hubungan semacam itu kerasa kaku. Itu yang terjadi antara gue dengan adik perempuan gue yang sekarang kelas tiga SMA. Dia sangat menganggap gue sebagai seorang kakak.

Sayangnya, gue orang yang tidak mengharapkan memiliki seorang adik.

"Gue udah coba ngomong baik-baik dan nyuruh dia supaya dia berangkat ke sekolah dulu. Gue juga udah bilang kalau lo ada rapat yang nggak bisa diganggu gugat pagi ini, tapi dia tetap mau ketemu lo." Tengah hamil besar harus menghadapi Sheina yang keras kepalanya minta ampun, jelas melipatgandakan kadar stresnya Mbak Indah. Helaan nafas panjang terlihat dia keluarkan beberapa kali ketika memberi tahu gue hal tersebut.

"Hari ini lo selaku pawangnya agak bikin dia jinak gitu. Jangan terlalu diabaikan, jangan terlalu keras juga. Pusing gue." Gue hanya menanggapinya dengan anggukan kecil sebelum akhirnya berjalan masuk ke ruangan.

"Gue ke pantri dulu bentar, bikin teh buat lo." Gue sempat mengiyakan sebelum bayangannya udah nggak kelihatan. Ruangan gue sama ruangan Mbak Indah masih satu ruangan, untuk memudahkan kita dalam komunikasi. Cuma cubicle-nya Mbak Indah aja yang letaknya lumayan renggang dari meja gue. Karena hal tersebut Mbak Indah paling tahu bagaimana rumitnya hubungan gue dengan Sheina. Hubungan adik-kakak, beda ibu.

Gue bukannya nggak peduli sama itu anak satu. Gue merasa tidak layak aja untuk dijadikan kakak saat gue tiba-tiba hadir dihidupnya dan menjadi penyebab Sheina kehilangan mamanya diusianya yang masih sangat kecil waktu itu. Gue menjadi sumber segala kebagiaan dalam hidupnya meredup. Kehadiran gue di muka bumi ini, berhasil membuat seseorang sangat terpukul hingga memutuskan menanggalkan nyawanya.

Sepanjang berjalan masuk, gue berusaha mengingat-ingat kata-kata Mbak Indah untuk tidak terlalu keras berbicara pada Sheina. Dia duduk di depan meja kerja gue, menggunakan seragam, memainkan kursi goyang dengan kakinya, sebelum akhirnya pergerakannya terhenti saat melihat  kedatangan gue. Sengaja gue mengambil nafas dalam-dalam sebelum bicara, bawaanya udah pengen marah-marah aja.

"Bukannya sekarang jadwal upacara, ngapain lo malah ke sini?" Suara gue masih terbilang tenang saat itu. 

"Ketemu lo lah. Ngapain lagi."

"Bisa kan datang ke sini habis pulang sekolah?"

"Gue males pergi sekolah, makanya datang ke sini. Entar, giliran gue datang ke sini habis pulang sekolah, lo malah nggak ada di tempat. Menghindar terus."

"Gue nggak ada waktu. Mbak Indah udah bilang gue ada rapat direksi pagi ini, kan?"

"Ya, gue nggak akan ganggu rapat lo kok. Gue tungguin di sini sampai rapatnya selesai."

"Kalo lo masih menganggap gue kakak, harusnya lo nggak akan mungkin berani datang ke tempat kerja kakak lo kayak sekarang. Kantor bukan tempat yang bisa lo datengin sesuka hati, Sheina."

"Memangnya pernah lo nyari gue duluan kalau gue nggak datang ke sini? Lagian kan kantor Nata Adyatama punya Papa." Lagi-lagi dia mengatakan hal yang bikin gue makin males buat bicara. Gue alergi denger kata "Papa", amarah gue memuncak tiap membahas orang itu. Dari gue lahir, gue udah menganggap diri gue terlahir yatim.

"Ini memang kantor Papa lo, dan itu masalahnya! Gue paling nggak suka orang-orang kantor tahu kalau kita punya hubungan darah!"

"Gua nggak suka orang lain tahu kalau gue punya adik kayak lo!" Sheina tak menjawab, dia langsung diam.

Sial! Gue kelepasan lagi. Gue nggak bermaksud bilang kalau gue malu punya adik kayak dia. Maksud gue, gue nggak suka orang-orang tahu kalau gue bagian dari keluarga Adyatama. Dengan dia sering datang ke ruangan gue, otomatis orang akan tahu kalau gue kakaknya, anaknya Andreas Yudistira Adyatama juga. Bahkan kalau bisa, gue ingin menghilangkan nama keluarga itu dari belakang nama gue.

Anak haram, nggak bisa dinasabkan pada ayahnya. Lantas kenapa gue harus membawa nama itu sebagai beban seumur hidup kalau nggak ada artinya. 

"Punya adik kayak gue... Apa sememalukan itu?" Suaranya gemetar. Dia bakalan salah paham, tapi mulut gue enggan buat menjelaskannya lebih dalam.

"Gue tahu, lo memang nggak pernah mau menganggap gue sebagai adik. Gue sangat tahu itu. Kalau kayak gitu..." Pertahanannya runtuh, satu tetes berhasil menerobos keluar dari matanya. 

"Kita nggak perlu bersaudara lagi. Itu kan yang lo mau?!" katanya. Dia mengusap kedua matanya, sebelum akhirnya mengambil tas sekolahnya dan berjalan menuju pintu keluar.

Nggak tahu kenapa mata gue ikut memanas dan nafas gue jadi kerasa agak berat saat itu. Seburuk apapun perlakuan gue, Sheina nggak pernah sampai mengatakan hal seperti itu sebelumnya. Kalimatnya makin terasa mengganggu pikiran gue saat di ambang pintu dia mengatakan tujuan sebenarnya datang pagi ini dan menghubungi gue semalam.

"Gue cuma lagi nyari teman buat tiup lilin. Kemarin gue ulang tahun. Maaf kalau itu sangat menganggu..." Sheina mengatakan itu tepat sebelum menutup pintu ruangan gue, menambah perasaan bersalah yang makin menjadi-jadi. 

Ini yang gue pengen dari lama. Bagi gue, akan lebih baik kalau dia membenci gue daripada menganggap gue sebagai kakaknya. Toh pada akhirnya kalau dia tahu mamanya meninggal karena gue, gue yakin dia nggak akan pernah mau mengakui gue sebagai kakak. Setidaknya perasaan bersalah gue bisa berkurang kalau Sheina melakukan itu. Kenyataanya, saat Sheina benar-benar melakukannya, rasanya nggak sesederhana itu buat dijalanin. 

Bersamaan dengan perginya Sheina, Mbak Indah masuk sambil membawa segelas teh. Gue yakin dia sempat berpapasan dengan Sheina sebab jeda kepergiannya nggak terlalu lama.

"Udah gue bilang jangan terlalu keras sama anak it-" Kalimatnya menggantung. Dia melihat kondisi gue yang sama kacaunya, meski tentu gue nggak sampai nangis. Dia menaruh teh yang dia bawakan terlebih dahulu. 

"Mau gue minta rapatnya ditunda dulu setengah jam? Biar gue bilang sekretarisnya." Gue mengangguk pelan. Bakalan kacau kalau gue rapat dalam keadaan kayak gini.

"Gue perlu waktu buat menata pikiran dulu sebentar. Makasih banyak, Mbak."

Kejadian pagi itu berhasil menghantui gue seharian. Kayaknya kosong dikit, pikiran gue udah langsung memikirkan kata-kata Sheina tadi pagi. Untunglah gue punya tombol on-off yang lumayan akurat dalam meng-handle mana prioritas yang mesti gue pikirkan duluan, jadi masalah Sheina sama sekali nggak mempengaruhi kinerja gue di kantor.

Entah ilham dari mana, setelah pulang kerja gue mampir ke toko kue disalah satu mall yang gue lewatin menuju arah Menteng. Arah menuju kediaman Adyatama. Gue dapet kabar kalo bokap lagi di Shah Alam, Malaysia dari seminggu yang lalu. Artinya Sheina memang sendirian dari kemarin.

Beberapa menit, gue mengamati berbagai macam jenis kue dari etalase. Memikirkan kira-kira kue yang mana yang Sheina suka. Sebelum akhirnya gue memesan red velvet dengan ukuran yang lebih besar dari yang dipajang karena gue nggak tahu kue jenis apa yang Sheina suka.

"Untuk ulang tahun yang ke berapa, Kak? Kartu ucapannya mau ditulis atas nama siapa?" Gue termenung menghitung umur. Lagi-lagi gue nggak tahu tahun ini Sheina umur tujuh belas apa delapan belas tahun.

"Bisa tulis ucapan selamat ulang tahun aja, tanpa pake identitas?" Pelayan toko itu terlihat heran, namun pada akhirnya mengangguk. Gue menunggu sekitar lima belas menit di toko kue itu karena katanya kuenya perlu disiapkan. Wangi ruangannya mengingatkan gue akan dua hal, Roti O di stasiun, dan suasana menjelang lebaran di rumah saat ibu masih ada.

Gue memanggil nyokap kandung gue dengan panggilan Ibu, sementara ibunya Sheina gue panggil Mama dulu. Sebelum ketemu bokap untuk pertama kalinya di usia gue yang baru tiga belas tahun, hidup gue segalanya tentang ibu. Gue rela nggak beli mainan pas kecil asalkan ada ibu. Gue rela berangkat sekolah TK nggak ditemani, asalkan hari minggunya di rumah ada ibu. Bahkan kayaknya dunia porak poranda sekalipun, gue akan tetap baik-baik aja selama ada ibu. Satu sosok krusial yang wujudnya memiliki makna berbeda dalam hidup tiap orang.

Gue jadi teringat masa-masa di mana gue dengan bodohnya bertanya kenapa momen lebaran cuma ada kita berdua yang merayakan saat orang lain bertemu dengan nenek, kakek, om, tante, atau orang-orang yang biasa disebut keluarga. Ibu cuma bilang, mereka tinggal jauh dari kami.

Ketika gue bertanya di mana ayah, ibu nggak pernah jawab, dan ketika gue bertanya kenapa teman sebangku gue di sekolah waktu SD menyebut gue dengan anak haram, ibu menangis. Dewasa sekarang, gue baru menyadari kalau pertanyaan tersebut memang begitu sensitif untuk ditanyakan.

Lamunan gue berakhir ketika nama gue dipanggil. Red velvet pesanan gue udah siap. Kayaknya kesialan ditakdirkan menghiasi hari senin gue, karena ketika paper bag berisi box kue itu udah ada di tangan gue, gue malah nggak sengaja nabrak orang di belakang gue pas balik kanan. Sampai-sampai kuenya kelempar dari tangan gue. Ingin mengumpat, tapi gue yang bersalah diposisi itu karena memang nggak lihat jalan.

"Aduh, maaf. Saya nggak sengaja..." kata perempuan dengan sheat dress yang menunjukkan betapa eksotisnya tulang selangka di bawah lehernya. Gue bingung, gue yang nabrak kenapa malah orang yang gue tabrak yang minta maaf. 

"Maaf banget, saya nggak sengaja. Saya keasikan main handphone tadi. Yah... kuenya jadi rusak. Biar saya pesankan lagi." Oh, pantesan dia minta maaf, ternyata dia juga lagi keasikan main handphone pas gue tabrak. Gue memeriksa kondisi kuenya dan isinya udah nggak sama lagi dengan yang di etalase, meski nggak ancur-ancur banget.

"Nggak usah, gapapa. Biar saya yang pesan lagi. Saya tadi yang nabrak kok, saya nggak lihat jalan." Gue udah nolak tawaran itu, tapi perempuan itu mendahului gue menuju tempat pemesanan dan memesankan kue yang sama percis dengan yang gue pesan, sementara gue masih berusaha untuk tidak membuat lantai kotor dengan krim red velvet yang belepotan.

Karena gue perlu lima belas menit untuk menunggu pesanan gue disiapkan lagi. Gue duduk di tempat semula bersama perempuan yang gue tabrak tadi. Gue paling nggak bisa diem-dieman sama orang, kesannya kek lagi musuhan. Ngobrol kek, diem-diem bae.

Sifat ini yang membuat gue gampang kenal sama orang dan banyak relasi, dan sifat ini juga yang bikin gue di cap sebagai buaya karena kesannya jadi ramah ke semua orang. Padahal temenan sama kumpulan buaya, udah pasti di cap buaya. Sebelum gue ngajak ngobrol duluan, perempuan di samping gue udah duluan ngambil peran.

"Sorrybanget, jadi harus nunggu lagi kue ulang tahun buat pacarnya," katanya. Gue tersenyum tipis mendengar itu, petanyaan yang terselubung dibalik pernyataan. Baru pertama ngobrol, gue kayak lagi dipastikan status kelajangannya.

"Kok ketawa?" tanyanya, ikut tertawa tipis. 

"Bukan buat pacar kok."

"Red velvet cake, with rose bouquet. Yakin nggak buat pacar? Atau buat... Istri?" Kenapa tebakannya makin melanglang buana begini. Gue menyadari, buket bunga rose sama kue red velvet lebih kayak buat pasangan daripada buat adek. Habis gue bingung mau ngasih apa. Gue benar-benar nggak tahu Sheina sukanya apa.

"Ini buat adek saya."

"Adek? Dengan semua hal romantis ini?" tanyanya, masih belum percaya.

"Sejujurnya saya nggak tahu adek saya sukanya apa, kita jarang bicara pas udah gede. Dia ulang tahun kemarin, dan parahnya saya lupa ngucapin. Yang saya ingat dia suka banget karakter Elmo pas kecil. Ya udah, saya beli semuanya warna merah tanpa memperhatikan artinya apa."

"Mawar merah itu melambangkan cinta dan biasanya diberikan cowok saat ingin menyatakan perasaannya. Kalau buat adek kayaknya lebih cocok yang warna pink, maknanya kasih sayang."

"Tahu banget soal makna bunga kayaknya." Dia senyum dengan anggun dan elegan.

"Saya seorang florist, udah pasti harus tahu makna bunga. Jangan sampai ada customer yang salah pilih bunga ke acara bela sungkawa. Atau kasusnya kayak sekarang, ngasih bunga ke adek, tapi bunganya mawar merah." Gue dan dia sama-sama menertawakan kebodohan gue.

"Nggak salah sih, cuma kurang tepat aja," tambahnya takut bercandanya menyinggung gue.

"By the way, ini beli di lantai dua, kan? Lain kali tanyain aja ke pegawainya buket bunga buat yang ulang tahun kira-kira cocoknya pake bunga apa?"

"Toko bunga punya lo? Sorry, gue boleh ngomong santai, kan?"

Begitulah akhirnya gue bisa kenal dengan orang dan mendapatkan kartu namanya dengan mudah. Saat gue bersikap terbuka tanpa pencitraan, orang pun akan menyambut gue dengan lebih terbuka. Lagian mau pencitraan, citra gue udah bagus tanpa perlu dibagus-bagusin.

"Athaya Khalil Adnan Adyatama. Wah... lumayan panjang ya namanya. Adyatama bukanya perusahaan properti itu asia tenggara itu, kan? Nata Adyatama?" Dia membaca kartu nama gue dan tebakan gue benar, dia langsung mengenali nama keluarga Adyatama.

Setelah sesi berkenalan dan kue yang baru udah berada di tangan gue. Gue berpamitan dan berpisah dengan perempuan yang baru gue ketahui namanya Yesika. Perempuan berdarah Chinese-Bangka yang punya toko bunga di hampir seluruh pulau Jawa. Orang Chinese tuh rata-rata emang pekerja keras ya. Semuda itu, udah punya omzet miliaran pertahun cuma dari jualan bunga doang. Mana orangnya cakep lagi. 

Gue melaju bermacet ria ke sebuah tempat yang harusnya gue sebut rumah. Sumpah ya, cutinya Pak Iman—supir gue—bagai malapetaka bagi gue. Kalau gue nggak punya supir pribadi. Gue udah milih naik taxi pulang pergi kemana pun di Jakarta. Mana macet, mikirin jalan tikus, belum ganjil genap sama e-tol. Kalau ada Pak Iman, mau jarak pulang-pergi jadi lima jam sekalipun, gue bisa tidur di mobil dalam keadaan damai.

Gerbang dibukain security pas melihat mobil gue yang dateng. Sayangnya gue memutuskan untuk tidak menginjakan kaki di rumah itu saat melihat mobil Pak Andreas juga terparkir di tempat yang sama. Ya, selayaknya seorang karyawan, gue memanggil bokap gue dengan sebutan Pak Andreas laksana panggilan penuh hormat untuk atasan. Nggak lebih.

"Bapak ada di rumah ya, Pak?" tanya gue ketika menurunkan kaca mobil. 

"Iya Mas Atha, Bapak baru banget pulang tadi siang." Gue bisa menebak, kepulangan Pak Andreas yang cepat juga beralasan ulang tahun Sheina.

"Ya udah, saya titip hadiah buat Sheina tapi jangan bilang dari saya, dan jangan bilang kalau saya yang datang ya, Pak?"

"Nggak akan masuk dulu, Mas?"

"Lain kali aja deh, Pak." Setelah kue dan buket bunga itu gue serahkan, gue langsung melaju meninggalkan kediaman Adyatama. Gue merutuki perjalanan dari Menteng ke apartemen gue di kawasan Kuningan City yang macetnya bikin punggung gue berontak minta diluruskan. Jarak yang harusnya nggak nyampe tiga puluh menit jadi satu jam setengah.

Nyampe apartemen, gue mendapat banyak sekali pesan masuk pas gue baru menyalakan handphone lagi. Sejak tadi handphone gue mati, charger-nya ketinggalan di apartemen.Yang paling berisik adalah notifikasi dari grup "Truppen" berisikan Dipta, Vian, Gema, dan gue. Truppen artinya pasukan dalam bahasa Jerman. Pasukan itu singkatan dari para pria suka makan, idenya Vian biar nggak terlalu kentara banget makanya pake bahasa Jerman. Isi pesannya adalah ngajakin gabung buat party malam ini di salah satu event yang lokasi club-nya nggak terlalu jauh dari apartemen gue. 

Ada pesan dari Yesika juga yang ngabarin kalau itu nomer pribadinya yang nggak dipakai buat bisnis seperti yang tertera di kartu namanya yang dia kasih ke gue tadi. Sisanya dari Sheina.

"Thank you. Sukaaaaaa..." 

Gue merasa heran karena tumben isi pesannya sesingkat itu dan nggak spam kayak biasanya. Meskipun security di rumah nggak bilang kalau kirimannya dari gue, Sheina udah pasti bisa nebak kalau memang gue yang ngirim. Akhirnya gue iseng membalasnya untuk memastikan apakah dia masih punya dendam sama gue atau enggak.

"Thank you buat apaan?"

"Bunga sama kuenya."

"Hah? Bukan dari gue!"

"Ya ampun di bales lagi. Alhamdulillah, banyak banget hadiahnya hari ini. Makasih Ya Allah. Bikin seneng."

"Jijik lo! Tiba-tiba bawa Tuhan."

"Wah, dibalas lagi. Aaaaaaa... Sayang Kak Atha. Kita bersaudara lagi mulai jam lima tadi." Gue tertawa membaca balasan itu dan nggak membalas pesannya lagi. Sejak kapan hubungan persaudaran hanya ditentukan oleh sebuah buket bunga dan sebuah kue. Gue masih nggak nyangka, dia udah kelas tiga SMA lagi sekarang. Kelakuannya masih kayak bocah yang gue temui empat belas tahun lalu di mata gue.


Author's Note
Bismillah, Assalamu'alaikum. Hi, dear.

Karena update di sini nggak ada notif. Inshaallah, Atha bakalan update tiap sabtu malam alias malam minggu, jam 19.30 menemani kesendirian kalian. Walaupun seminggu sekali, aku usahakan nulis agak panjang.

Makasih udah baca ya, jazakumullah khairan. Love you sekebon. ❤

Jadikan Al Qur'an sebagai bacaan utama.

Komentar

  1. kenapa malam minggu sekali kk.hehehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena luangnya menjelang weekend doang :(

      Hapus
    2. siapa nih si yesika?😆

      Hapus
  2. Wah alhamdulilah udah ada jadwal tetapnya, thank u Kak Ima.

    BalasHapus
  3. Bisalah menemani malam mingguku...
    Makasih kak imaaa

    BalasHapus
  4. Malam Ahad nya jadi gak sepi sepi amat kalok ada athaa❤️ semangat kak imaa🖤❤️

    BalasHapus
  5. ❤️❤️❤️❤️❤️

    BalasHapus
  6. Wa'alaikumussalam, kak Ima.
    Alhamdulillah hihi nggak papa malahan seneng. Makasih kak Ima.
    Selalu ditunggu next Up-nya
    Selalu semangat kak Ima

    BalasHapus
  7. Alhamdullillah malam minggu ditemani pak atha hehe 🤧🤧

    BalasHapus
  8. Makasih kak imaa..seneng bgett ketemu bang Atha..semoga senantiasa sehat selalu...

    BalasHapus
  9. Makasih kak, semangat nulisnya😙😙😁

    BalasHapus
  10. ah kak ima ... aku nangis bacanya huhu sedih tapi bahagia 💙💙💙

    BalasHapus
  11. “Thankyouuu sukaaaa.,,,”- ngikutin typingan sheinaa, 😍😍

    BalasHapus
  12. kakk imaaa, makasii hehe udah bikin happy baca cerita kaka, semangatt kaa imaa

    BalasHapus
  13. Ka ima ....
    Aku lho baca ini masi aja manggil ade ka atha "alna' 😇😇😇😇 bukan sheinaa

    BalasHapus
  14. Aku sukaaa kak atha

    BalasHapus
  15. Who is yesika😪😪😪

    BalasHapus
  16. Makasihh Teh Ima udah bikin story si Athaya makin shining nih malem minggu aku gak kesepian bisa baca si Dinosaurus 💚😆 semangat berkarya Teh

    BalasHapus
  17. Terima kasih ya Allah telah mengirimkan kak ima dan karya tulisnya menemani para jomblo berprinsip di malem minggu wkwkwk

    BalasHapus
  18. Alhamdulillah, seneng banget akhirnya ada jadwal update nya. Bakal selalu nunggu malam minggu ni. Yassarallah Kak Ima ❤️

    BalasHapus
  19. Yeaayyy udah ada jadwalnya, jadi setiap malam minggunya ada yg ditunggu dh🤗🤍

    Btw, mbak yesika bakal jadi tokoh yg berpengaruh buat kedepannya kah?

    BalasHapus
  20. Terima kasih akhirnya baca juga di sini. Semangat Kak Ima. Dulu pernah buat blog tapi lupa nama dan password #parah#tenggelamduniakerjadanduta💪💕

    BalasHapus
  21. Alhamdulillah...😇😇jazakillah khoir ka Ima..kpn pun ka ima update ngga masalah, yg pasti I'll be waiting 4 u

    BalasHapus
  22. Feeling nih si yesika nanti yg datang ke kantor Athaya pas Shafira udah jadi sekretarisnya. Chapter 1 di Shaf. Cuma menebak aja sihh☺😅

    BalasHapus
  23. Ahh penasaran ini Yesika siapa? Soalnya di Shaf gak ada kan yah?

    BalasHapus
  24. Alhamdulillah ada bacaan penyemangat lagi, masa seperti jaman skripsian ditemani shaf, sekarang udah jaman awal kerja yg butuh banyak penyesuaian tapi ditemani Atha, semangat nulisnya Ima :)

    BalasHapus
  25. Atha before kena pesona shaf wkwk

    BalasHapus
  26. Alhamdulillah yeayy up🥳🥳makasih kak ima dan udah dikasih tau jadwalnya😍semangat dan sehat selalu kak ima💪

    BalasHapus
  27. Alhamdulillah, ada pak athaya buat nemenin malam mingguan 😁😁

    BalasHapus
  28. Waalaikumsalam neng Ima.

    BalasHapus
  29. Terimakasih sudah update kak ima. Selalu ditunggu cerita athaya ini lah.

    BalasHapus
  30. mulai skrg mlm minggu bkl ada yg di tungguin niiih, mksiiih kk

    BalasHapus
  31. Sekretaris Atha yg hamil koq disini mbak Indah ....bukannya di SHAF mbak Bella ya.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak Ima berpatokannya ke buku, di buku namanya Mbak Indah

      Hapus
  32. Wah Sheina muncul😍 dari baca wattpadnya selain Shaf, Sheina adalah salah satu karakter favoritku😊 ending wattpad sama novel waktu itu berharap ada banyak scene Sheina
    Semoga nanti disini lebih banyak interaksinya dg Shaf, semangat Kak Ima maap panjang😁😁

    BalasHapus
  33. Sarangbeeeoooo 🙆🏻 (lanjutan love you sekebon 😁)

    BalasHapus
  34. Wa'alaikumussalam kak ima,,,❤

    BalasHapus
  35. Athaya jangan terlalu keras dong sama Sheina kasian 🥲

    BalasHapus
  36. Sedih banget ya Allah jadi sheina
    Kesel dah sama Athaya
    Rasanya pengen cepet-cepet baca bab keakraban mereka merdua 🥲

    BalasHapus
  37. Thank's kak imaaa🤗
    Dr kmrn nunggu² kpn update nya atha🤭

    BalasHapus
  38. Semoga entar ceritanya lancar sampai ending yaa kak, dan bisa naik cetak🖤Aamiin .. Biar Shaf di rumah ada pasangannya hihi😅

    BalasHapus
  39. Ngobrol Napa diem2 Bae wkwkwkw kesindir bgt... Saya org nya kyk gitu

    BalasHapus
  40. Yeayy Alhamdulillah makasii banyak teh Ima jadi ada jadwalnya :)

    BalasHapus
  41. Semangat kak Ima💙

    BalasHapus
  42. Alhamdulillah udah ada jadwal tetapnya. Makasih kak imah. Sehat selalu tetap semangat ya.. .

    BalasHapus
  43. Bait habbanya kapan update kakkkkj

    BalasHapus
  44. Makasih kak ima.. G sabar nunggu Athaya

    BalasHapus
  45. Semangat kak Ima, ditunggu cerita 2 selanjutnya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer